Jumat, 29 Juli 2016

Aku Kelelahan

Matahari menyengat kulit
Angin berhembus sekuat tenaganya
Aku terkapar pada butir-butir pasir
Terindas oleh takdir hidup yang melelahkan
Aku ingin sendiri di keramaian ini

Sesak nafas ini
Gemetaran tubuh ini
Tak dapat kukendalikan

Berbagai cara tlah kutempuh
Bermacam buku tak berguna
Betahun-tahun hidup percuma
Tak mampu memberi jawaban
Tunjukkan kemana aku harus melangkah

Tetes air mata yang mengalir
Derasnya peluh yang bercucuran
Hanya mampu melemahkan raga
Namun hati yang perih tak terobati
Seperti pecundang yang tak layak di bumi

Heiii penguasa di atas sana
Apakah ini ujianmu?
Atau ini hanya jawaban atas lemahnya hatiku?
Betapa pengecutnya mentalku?

Ayolah........ sudahi ini
Aku menyerah dan lelah
Aku tak sanggup lagi
Kumohon hentikan semua ini

Antara Alam dan RInduku

Fajar menyambutku dengan damai
Kubawa tubuh ini ketempat tinggi
Berharap melihat cahaya mentari
Menghirup banyak udara disana
Menghalau rinduku yang meninggi

Laku seperti anak ingusan
Jatuh cinta seperti kosa kata
Terkadang susunan indah selembut sutra
Terkadang pula menusuk menyakitkan
Diselingi senyum cemberut pada ruas bibir

Rinduku yang meninggi di pagi hari
Menyeretku pada roda-roda takdir
Berlari percuma karena tujuan entah dimana
Terdiam menyakitkan karena seperti nyata
Seperti bayang-bayang fatamorgana yang menghantui

Tarian jemari menitipkan salam rindu
Pada maya kupercayakan
Semua tentang rahasia hati
Karena semua yang nyata hanya bualan
Penipu ulung yang memanfaatkan situasi

Seperti indahnya pagi ini
Yang segera berganti pada teriknya siang
Tetapi sang surya tetap memberi peran

Nafas pun terus kan memburu
Memberi arti pada tiap langkah
Namun detakan jantung penentu segala

Maka begitulah rinduku padamu
Akan tetap ada dalam tiap tetes darahku
Akan tetap ada dalam tiap hembusan nafasku
Akan selalu berharap memadu kasih itu lagi

Dingin euy

Kabut tipis memeluk bumi
Berikan sentuhan dingin pada jiwa
Hati terdiam mengunci rapat
Hanya sesekali sudut mata menoleh
Diselingi harapan pada barisan embun

Raga perkasa hanya bualan
Bibir tertawa hanya tipuan
Senyum palsu pada topeng muka
Sandiwara apa yang dimainkan
Episode mana yang ditampilkan

Gemuruh badai hati melanda
Petir amarah menyambar
Menahan agar tak hujan tangis melanda
Hanya pecundang keluarkan air mata
Biar kesendirian yang mengetahui

Suara keras lantang penarik perhatian
Canda gurauan  biar tertawa lebar
Menitipkan rindu pada tiap gerak
Menyelipkan kangen ini pada tiap kata
Harapan terdengar pada satuku