Rabu, 23 Maret 2016

Sendiri di Pinggir Pantai

pujangga terdiam di bebatuan
menatap kosong pada laut
berharap baruna memberi jawaban
pada semua akhir jawaban
pada kosong gelap jiwa

gemuruh ombak menghempas bebatuan
tawa canda anak anak bermain air
terus menerpa tanpa lelah
menghempas derita ke pantai
tanyaku "mengapa kau tak adil padaku"



antara wortel, telur, dan kopi
terbayang putri impian
terdengar suara nun jauh
mungkinkah kugapai
sungguh aku tak letih

tak perduli semenanjung mana kan berlabuh
hanya berserah pada baruna
biar hempasan gelombang menerpaku
hapuskan semua rintik hujan
bersama panas yang menerpa

jangan pergi.......
mungkinkah terang ku bertahan
atau kan meninggalkan gelap di hati
jangan pergi.....
mungkinkah bersedia

terbayang jika terjadi
pujangga kan menulis apa
harus bertanya pada siapa
bila malam menjemput
aku kan tak sanggup bermimpi

Siang Hari yang Panas

panas siang membakar pertiwi
keringat membasahi tubuh
bah keseluruh sudut
bagai picisan untuk para pemberontak

langit kering membawa duka
taru kering dalam siksaan
pertiwi gering tanpa tangis
haru sendu biru gadis impian

kala langkah tertatih
jiwa perih dalam kasmaran
bunga cinta tertanam dalam
bila saatnya bermekaran

merindu jiwa dengan senyum
menanti sang rembulan terangi langi gelap
asa dalam jiwa hangatkan jiwa
kala hati beku dinginnya cuaca

bila inginku bagai nyata depan mata
peluk impian dengan jiwa terluka
sayangi hati dengan perhatian
bertahan karena satya

kuatkan diri dengan rayu
bersandar jiwa dalam harapan
angan membawa kesungguhan
kelak senyum lebar tersungging indah

Badai di Pagi Hari

Karya tercipta oleh pikiran
Sedih, marah, senang, gembira, jatuh cinta ataupun patah hati
Teraliri oleh pelukan mesra bait-bait sastra pujangga
Nun jauh di luar nalar para penikmat
Temukan jati diri kamuflase kehidupan

Angin berhembus .........
Yang ada di dunia tak berhenti
Berputar tak berhenti mengalir indah
Jadikan alam kaca benggala kehidupan
Maka tangis pun tak percuma


Siang kan berganti malam
Tubuh kuat kan renta
Karya pujangga jadi tumpukan kenangan indah
Saat Dua dunia menjadi satu
Mengurai sakit di dada

Tetes air mata yang mengalir
Berikan keteduhan pada kegetiran hati
Sembab mata tak dijawab
Biar hati berbicara
Menemukan jalan yang direstui

Tubuh yang lemah jiwa yang rapuh
Tegar bersama harapan
Kuat terikat janji
Bila nanti masa dan kesempatan
Kukejar dengan sepenuh hati

Memupuk mimpi
Merajut asa
Merangkai harapan
Melukis indahnya buaian cinta
Biar waktu yang berbicara