Selasa, 02 Agustus 2016

Diam dan Diam

terduduk diam diantara tertawa lebar
gelas demi gelas memasuki kerongkongan
muka merah bukan marah
bukanlah tersipu karena malu
hanya diam dan terus diam

berusaha melepaskan angan
melewati mimpi dengan cepat
bertemu dalam mimpi hayal keindahan
atau mimpi kan bangkitkan sadar
tinggalkan semua kenangan yang menipu

ahhh hanya celoteh malam
kerinduan yang tak tersampaikan
guratan kata pada lembaran polos
hanya jadi curhatan hati
kusampaikan pada angin berbisik
sudahlah rindu ini terpendam

terhanyut dalam rasa keindahan
tenggelam dengan keputusasaan
terpaku pada rasa yang binasa
tergantung pada hayal bersama
mimpi hanya hayal

malam dingin yang memanas
berteman pada suara serangga
terdiam oleh desiran angin
bawakan dendang lagu kenangan
biarlah malam cepat berlalu

Kopi Dingin di Pagi Hari

Terkadang ketika rasa meninggi
Namun harus berdiam diri
Hanya berusaha berdekatan
Tanpa kata tanpa upaya
Hanya tarikan nafas panjang
Terdengar mengalun pelan bersama detakan jantung

Tekanan yang membuat rasa itu terjun bebas
Merayap di dataran terbawah
Hanya mengelus dada
Berusaha bersabar
Melihatmu melangkah pergi
Merelakanmu pergi menjauh

Berkelahi dengan diri sendiri
Waktu yang mengambil semua
Mendekatkanmu dan menjauhkanmu
Mungkinkah waktu yang kan membawa lagi
Hingga kita berada pada garis yang sama

Menekan diri sendiri
Sadarkan diri bahwa semua terlambat
Semua sudah berbeda
Segalanya sudah berlalu

Merasakan semua sendiri
Menatap dari kejauhan
Mengelus dengan bayangan
Memuja dengan puisi
Sebuah makna rasa yang tak terungkap

aku lelah berusaha

aku berusaha berlari
tapi bayanganmu terus mengejarku
aku berusaha menutup mata
tapi suaramu selalu terdengar di telinga
aku berusaha bermimpi
tapi jurang itu terlalu dalam

permainan sandiwara sudah kuperankan
tarian topeng menutup wajah tlah kutarikan
namun siksa hati ini terus mendera
menusuk jantung, hati, dan jiwa
hanya perih, sakit yang terasa

mimpiku terlalu jauh
aku terlalu banyak bermain dengan hati
terlalu lama menutup diri
hingga kini aku harus menyelami lautan derita
kapan aku bisa berenang ke permukaan

beratnya jangkar pada rasa ini
mengikatku dan menyeretku
langkahku berat
penolakanku percuma
peluh, dan air mata yang menetes
hanya menjadi dongeng yang menidurkan

karam sudah kapalku
berlubang dalam
kayu penambal entah dimana
menunggu keajaiban yang mengangkat
dari dasar samudra siksa ini

Aku tidak tau harus bagaimana lagi

Kekesalan kemarin ternyata tak mampu kuhilangkan, bahkan hingga malam memanjakanku dengan istirahat panjang.  Lelap tidurku pun tak mampu hilangkan kekesalanku.

Mimpiku semalam mungkin gambarkan kebingunganku, kekesalan hatiku. Tadi malam aku bermimpi sedang nyetir mobil hitam besar itu. Tapi aku sama sekali ga melihat jalan. Berputar-putar di gelapnya hutan.

Aku ingin turun dari mobil itu, tapi seolah-olah suaramu  terus terdengar, agar aku tidak turun dari mobil. Aku teriak, “kamu dimana? Berulang-ulang. Aku terus teriak tapi hanya suaramu yang terdengar, “jangan turun....., jangan turun ya.... ya... ya...”

Hingga akhirnya aku terbangun. Sejak subuh tadi, rasa kesal masih menyelimuti dada ini. Hingga aku tulis curahan hati ini, aku tak sanggup untuk melangkah ke tempat kerja.

Poo sayang..... aku tau aku sudah gila. Sudah sepantasnya aku tidak boleh cemburu, sudah sepantasnya rasa ini tidak ada. Tapi entah kenapa, berbagai cara yang aku lakukan seperti sia-sia. Semakin menyiksaku, semakin membebani perasaanku.

Terkadang aku ingin memohon padamu, agar kita bisa bersama lagi, tapi dengan semua yang kita hadapi dalam beberapa bulan terakhir, apakah itu mungkin?

Jujur saja..... aku terdakang berfikir untuk mencari pelampiasan, tapi aku tidak mau mengulangi kesalahan. Aku tidak mau lagi berbohong dengan perasaanku. Karena selama ini hanya kamu yang mengisi ruang di hatiku.

Terdengar gombal mungkin, tapi inilah isi hatiku. Aku tidak berbohong  padamu Poo sayang.


Selamat pagi.... selamat merayakan hari raya di desamu. Aku sangat merindukanmu