alunan gamelan membelas sunyi
riuh penonton memberi semangat para jago
tepuk tangan iringi keberhasilan
senyum di bibir para penikmat
namun mata menerawang ke sudut sana
hayalan melambung jauh ke ruang lampau
rintik hujan sarukan tangis
terkenang masa indah berdua
aku yang mencintaimu
tak bisa membencimu
tetap merindumu walau perih
sungguh merindumu
suaramu yang masih terngiang di telingaku
parasmu yang melekat di mataku
pelukmu yang terasa hangat di tubuh
aku mengharapkannya dalam hayal dan mimpi
aku yang mencintaimu
hanya bisa mengharapkanmu
entah harus seperti apa tuk milikmu
berjuang sendiri
hanya bagai tepukan sebelah tangan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar